Lilypie - Personal pictureLilypie Kids Birthday tickers
Lilypie - Personal pictureLilypie Kids Birthday tickers

Rabu, 18 Agustus 2010

Membangun Adversity Quotient

Kompetisi pertama kali yang diikuti Aurelius adalah Costume Fashion Show, yaitu pada usia dua tahun, sewaktu duduk di Toddler (TKK 10 PENABUR). Saya memutuskan memakai kostum Franklin Kura-kura. Franklin adalah tokoh dalam buku cerita kesukaannya, yang sering saya ceritakan malam sebelum tidur. Niat ini pertama kali saya komunikasikan dengan Aurelius. Saya ajak ngobrol mengenai lomba ini, saya bayangkan Aurelius berjalan di panggung dengan mengenakan kostum yang dia suka. Beberapa hari ke depan, sementara saya menyiapkan kostum (memesan baju khusus), saya mengajaknya mengenal lebih detil ciri-ciri Franklin. Saya sebutkan apa saja yang biasanya di kenakan Franklin, ada topi merah, Goldi si ikan mas, tongkat dan slayer merah. Bahkan teman-temannya juga saya bahas. Saya meminta Daddy-nya untuk khusus membuat tongkat dari batang kayu kering dari pohon yang ada di pekarangan rumah. Proses pembuatan tongkat kayu ini pun dilakukan bersama Aurelius dengan Daddy. Semakin hari Aurelius semakin pandai mengungkapkan profil Franklin. Tiba di hari H, Aurelius memakai kostum dengan percaya diri, dia berjalan di atas panggung, bahkan tanpa aba-aba dari saya, karena dia sudah tau apa yang akan dia lakukan. Saya diminta Aurelius duduk di kursi penonton bersama adiknya untuk melihat aksi panggungnya. Di tengah panggung Aurelius tersenyum kepada saya. Aurelius berhasil mendapatkan peringkat 2. Saya katakan saya bangga padanya, dan piala ini hadiah untuk kepandaian dan keberaniannya.

Juara 2 Costume Fashion Show

Senin, 16 Agustus 2010

Mengatasi Rasa Takut

Dufan, Wahana Gajah Bledug

Ini kedua kali Aurelius dan Keio ke Dufan, tapi ini yang pertama kali masuk ke dalam Wahana 3D Rama Shinta. Musik dan lampu yang minim cahaya disetting sehingga menimbulkan kesan menegangkan. Pada saat antri, Aurelius sudah menunjukan raut wajah ketakutan dan ketegangan, bahkan tubuhnya pun sudah memberikan reaksi kesan tersebut. Ada layar TV plasma di satu sudut langitnya yang menjelaskan profil permainannya, dimana kita harus mengarahkan tembakan ke arah musuh. Saya gendong untuk memberikan rasa nyaman dan aman, lalu saya ceritakan bagaimana kita bermain di dalamnya. Saya bicarakan cara bermain sesuai dengan yang di TV plasma tersebut. Awalnya Aurelius masih bilang "takut', tapi setelah saya ajak bicara, ototnya mulai kendur, dan mulai terlibat dengan pembicaraan kita. Saya sebutkan siapa saja yang akan bermain dan yang akan menemaninya. Aurelius mulai antusias untuk cepat naik ke dalam kereta berjalan. Sementara menunggu giliran saya tetap ajak ngobrol akan apa saja yang nanti akan kita alami. Seru! Saya pangku Keio, dan Aurel bermain di sebelah tempat duduk saya. Masing-masing memegang senjatanya dan dengan serunya diarahkan ke tubuh musuh 'mantide'. "Itu musuhnya, tembak kiri Aurel, Keio yang kanan!. Kita terlibat dalam satu permainan. Ketakutan itu berhasil teratasi. Satu yang tabu, jangan katakan atau bandingkan dengan anak lain, misalnya "adik itu berani, kakak itu tidak takut!". Ini hanya akan menambah stress anak. Sudah merasa takut, ditambah lagi tekanan harus lebih baik dari orang lain. Sebaiknya fokuskan pada keberhasilan anak menghilangkan rasa takut. Setelah dari wahana ini, kami masih membahas permainan tersebut, kepercayaan diri anak akan bertambah.

Kamis, 12 Agustus 2010

Bersemangat ke Sekolah

Baik Aurelius (3tahun, 1bulan) dan Keio (1tahun, 11 bulan), sangat menikmati dengan yang namanya sekolah. Hampir semua proses dilalui dengan mulus. Beberapa bulan sebelum masuk, saya sudah mengajak ngobrol tentang yang namanya "makhluk" sekolah itu. Saya katakan bahwa akan dapat teman banyak, miss yang sangat baik, akan mengajari nari, nyanyi, dan beberapa kali saya audiensi ke sekolah. Beberapa jam saya habiskan waktu di sekolah, sekedar melihat melihat, ada apa saja di sekolah itu. Kebetulan di sekolah itu ada kolam yang memuat beberapa ekor kura-kura. Beberapa lama saya asik membahas kura-kura.
Besok tiba hari pertama sekolah Keio, malamnya kembali saya ngobrol tentang permainan yang ada di sekolah. Pagi hari, saat dibangunkan saya katakan kita mau lihat kura-kura di sekolah. Seketika Keio sangat bersemangat. Saya menemani hari pertamanya, mulai dari berkenalan dengan teman dan miss baru..dan setiap sudut saya datangi, Keio sudah merasa dekat dengan lingkungan sekolahnya. Sekolah ada rumah keduanya.
Kalau ada waktu ngobrol, saya membahas mengenai dunia sekolah mereka, minta dikenalin dengan nama teman-teman, minta diajari lagu baru, sampai bahas perjalanan pulang apa yang mereka lihat. Karena sebagai wanita bekerja, saya hanya bisa mengantarkan pagi hari, siangnya, mereka pulang naik bajaj ditemani pengasuhnya.



Memperhatikan kura-kura di salah satu sudut sekolah




Seragam sekolah Aurelius
Tidak sulit memakaikan seragamnya, saya katakan dia begitu gantengnya memakai seragam sekolah. Saya tanyakan apakah nyaman seragamnya, atau apakah ada yang harus "mom" perbaiki. Lalu saya lihat kerahnya terlalu kecil, jadi saya jahitkan supaya lebih kendur, dan "daddy"nya yang menjahitkan. Semua dilakukan didepannya. Hingga dia memiliki kebahagiaan ketika memakai seragamnya.

Dari Hati ke Hati

Menjadi wanita bekerja dan menjadi ibu dari dua orang putera adalah anugerah terbesar dalam kehidupan. Saya selalu belajar untuk bagaimana membuat satu komunikasi yang baik, dan yang saya pelajari adalah komunikasi dari hati hati. Putera saya adalah anak anak yang sangat baik, yang mendukung sukses kehidupan saya, memberikan semangat, motivasi dan memberikan arti kehidupan itu sendiri. Saya tidak mengatakan, tidak ada masalah dalam kehidupan kami. Tapi hari tiap hari selalu diisi dengan bagaimana saya belajar menjadi orang tua, seorang "mom" dan seorang istri. Demikian pula dengan putera saya, mereka belajar bagaimana menjadi seorang anak dan menjadi diri mereka sendiri. Dalam sharing saya di blog ini, presentasi suami saya memang tidak sebesar saya dan anak-anak. Karena sampai saat ini pun, suami saya menjadi pembelajaran saya. Tanpa mengecilkan presentasinya, tapi saya me-fokuskan pada apa yang dapat seorang wanita lakukan di dalam keluarga, dengan hati, akal dan pikirannya. Seringkali orang tua justru adalah masalahnya. Tapi jika hanya melihat masalahnya saja maka kita tidak akan berjalan maju ke depan. Apa yang saya bagikan adalah bagaimana memperbaiki hal kecil namun membuat perubahan besar pada anak-anak terutama. Lalu bagaimana mempersiapkan seorang anak yang berhasil dalam perkembangan dan pertumbuhannya, apa trik dan cara-cara mengatasi hambatan-hambatan, bagaimana memberikan peranan pada lingkungan, baik di dalam keluarga inti, maupun keluarga besar. The family is one of nature's masterpiece's (George Santayana)